Makalah PKN Sistem Hukum dan Peradilan Internasional
KATA PENGANTAR
Alhamdulilahirabbilalamin, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
berkat rahmat dan karunia-Nya. Sesuai dengan judul yang telah disebutkan
diatas, dalam makalah ini kamimemaparkan mengenai sistem hukum internasional,
peradilan internasional, pengertian hukum internasional, asas-asas hukum internasional,
serta materi-materi lain yang berkaitan dengan topik tersebut.
Tujuan dari penyusunan makalah ini, selain untuk memenuhi salah satu tugas mata
pelajaran PKn, juga kami susun sebagai bahan pembelajaran diskusi kami
bersama kelompok lain.
Namun di samping itu, kami menyadari betul bahwa dalam makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan. Dan untuk itu kami mengharapakan kritik dan
saran yang sekiranya membangun dari para pembaca sekalian agar
kekurangan dalam makalah ini dapat diperbaiki dan menjadi lebih sempurna
untuk proses penambahan wawasan kita semua.
Sigli, April 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan dunia global
dalam masyarakat internasional pada zaman sekarang sudah banyak yang melintasi
batas-batas wilayah teritorial suatu negara. Dan hal ini sudah tentu memerlukan
suatu aturan atau tata tertib hukum yang jelas dan tegas. Yang bertujuan untuk
menciptakan suatu kerukunan dalam menjalin kerjasama antar negara yang saling
menguntungkan. Dan sumber hukum internasional seperti perjanjian internasional,
kebiasaan internasional, dan sebagainya memilki peran penting dalam mengatur
masalah-masalah bersama yang dihadapi subyek-subyek hukum internasional.
B. Tujuan
Makalah ini kami susun selain untuk memenuhi salah satu
tugas mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, juga kami memiliki tujuan agar
dapat membantu menambah referensi mengenai sistem hukum internasional.
C. Metode
Penulisan
Metode yang kami gunakan dalam menyusun makalah ini
adalah metode daftar pustaka. Dimana metode ini kami pilih untuk bahan sumber
serta pedoman untuk kami dalam menyusun makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Hukum
Internasional
Sistem hukum internasional adalah satu kesatuan hukum
yang berlaku dan wajib dipatuhi oleh seluruh komunitas internasional. Artinya
hukum internasional harus dipatuhi oleh setiap negara. Sistem hukum
internasional juga merupakan aturan-aturan yang telah diciptakan bersama oleh
negara-negara anggota yang melintasi batas-batas negara.
B. Pengertian
Hukum Internasional
Pengertian hukum internasional secara umum merupakan
bagian hukum yang mengatur aktifitas entitas dalan skala internasional. Awalnya
hukum internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara
namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks
pengertian ini mulai meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi
struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu,
perusahaan multinasional dan individu.
Namun disamping itu, beberapa sarjana mengemukakan
pendapatnya mengenai hukum internasional. Diantaranya adalah :
1. J.G
Starke
Hukun
internasional adalah sekumpulan hukum-hukum (body of law) yang sebagian besar
terdiri dari asa-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan
antarnegara.
2. Wirjono
Prodjodikoro
Hukum
internasional adalah hukum yang mengatur perhubungan hukum antara berbagi
bangsa di berbagai negara.
3. Mochtar
Kusumaatmaja
4. Hukum
internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas-batas negara antara :
· Negara
dengan negara
· Negara
dan subyek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama
lain
C. Asal Mula Hukum
Internasional
Hukum internasional sudah dikenal oleh bangsa romawi
sejak tahun 89 sebelum masehi. Mereka mengenal adengan nama ius civile (hukum
sipil) dan ius gentium (hukum antar bangsa). Ius civile merupakan hukum
nasional yang berlaku yang berlaku bagi warga romawi dimanapun mereka berada.
Ius gentium yang kemudian berkembang menjadi ius inter gentium ialah hukum yang
merupakan bagian dari hukum romawi yang diterapkan bagi orang asing yang bukan
orang romawi, yaitu orang-orang jajahan atau orang-orang asing.
Kemudian
hukum ini berkembang menjadi volkernrecht (bahasa Jerman), droit des gens
(bahasa Prancis), dan law of nations atau international law (bahasa Inggris).
Pengertian volkernrecht dan ius gentium sebenarnya tidak sama
karena dalam hukum Romawi, istilah ius gentium memiliki pengertian :
a. Hukum
yang mengatur hubungan antara dua orang warga kota Roma dan orang asing.
b. Hukum
ynag diturunkan dari tata tertib alam yang mengatur masyarakat segala bangsa,
yaitu hukum alam yang menjadi dasar perkembangan hukum internasional di Eropa
pada abad ke-15 sampai dengan abad ke-19.
Seiring
dengan perkembangan yang ada, pemahaman mengenai hukum internasional dapat
dibedakan dalam 2 hal, yaitu :
a. Hukum
Perdata Internasional. Yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum hukum antar
warga negara suatu negara dan warga negara dari negara lain.
b. Hukum
publik internasional, yaitu hukum yang mengatur negara yang satu dengan negara
yang lain dalam hubungan internasional (hukum antarnegara).
Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum
Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaedah dan
asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara atau
hukum yang mengatur hubungan hukum perdata. Sedangkan Hukum Internasional
adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan
yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat
perdata.
Persamaannya
adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas
negara(internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang
diaturnya (obyeknya).
D. Hukum
Internasional Dalam Arti Modern
Hukum internasional yang kita kenal sekarang merupakan
hasil dari diadakannya konfernsi Wina tahun 1969 yang diikuti oleh para pakar
hukum dunia. Hasil konferensi tersebut menyepakati sebuah naskah hukum
internasional, baik yang menyangkut hukum perdata maupun hukum publik
E. Asas-asas
Hukum Internasional
Dalam menjalin hubungan antar bangsa, ada beberapa
asas yang harus diperhatikan oleh setiap negara.
a. Asas
Teritorial
Didasarkan
pada kekuasaan negara atas daerahnya. Intinya, negara melaksanakan hukum bagi
semua orang dan semua barang yang ada di wilayah negaranya.
b. Asas
Kebangsaan
Didasarkan
atas kekuasaan negara untuk warga negaranya. Intinya, setiap warga negara
dimanapun dia berada tetap mnedapatka perlakuan hukum dari negaranya sendiri
meskipun seddang berada di negara asing.
c. Asas
kepentingan umum
Didasarkan
pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan
masyarakat. Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.
Ketiga asas
ini sangat penting untuk diperhatikan, apabila tidak diperhatikan dengan baik
maka akan timbul ketidak-sesuaian hukum dalam menjalankan hubungan
internasional.
F. Sumber
Hukum Internasional
Menurut Mochtar Kusumaatmaja dalam buku “Hukum
Internasional Humaniter”, sumber hukum internasional dapat dibedakan mennjadi
sumber hukum dalam arti material dan sumber hukum dalam arti formal.
a. Dalam
Arti Material
Hukum internasional tidak dapat dipaksakan seperti
hukum nasional. Pada dasarnya masyarakat negara-negara atau masyarakat
bangsa-bangsa yang anggotanya didasarkan pada kesukarelaaan dan kesadaran,
sedangkan kekuasaan tertinggi tetap berada di negara masing-masing.
Meski
demikian, ada sebagian besar negara anggota masyarakat yang mentaati
kaidah-kaidah hukum internasional. Mengenai hal ini ada dua aliran yang
memiliki pendapat berbeda.
· Aliran
naturalis
Bersandar
pada hak asasi dan hak alamiah. Menurut teori ini, hukum internasional adalah
hukum alam sehingga kedudukannya dianggap lebih tinggi dari pada hukum
nasional. Pencetus teori ini adalah Grotius (Hugo De Groot) dan kemudian
disempurnakan oleh Emmerich Vattel, ahli hukum dan diplomat Swiss.
· Aliran
positivisme
Mendasarkan
berlakunya hukum internasional pada persetujuan bersama dari negara-negara
ditambah dengan asas pacta sunt servanda yang dianut oleh mazhab Wina dengan
pelopornya yaitu Hans Kelsen. Menurut Hans Kelsen pacta sunt servanda merupakan
kaidah dasar pasal 26 Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian (Viena
Convention of The Law of treatis) tahun 1969.
b. Dalam
Arti Formal
Menurut Brierly, sumber hukum internasional dalam arti
formal merupakan sumber hukum paling utama dan memiliki otoritas tertinggi dan
otentik yang dapat dipergunakan oleh Mahkamah Internasional di dalam memutuskan
suatu sengketa internasional. Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional Permanen
tertanggal 16 Desember 1920 dapat dipakai oleh Mahkamah Internasional untuk
menyelesaikan persoalan Internasional.
Sumber-sumber
hukum internasional sesuai dengan yang tercantum di dalam Piagam Mahkamah
Internasional pasal 38 adalah sebagai berikut :
· Perjanjian
Internasional (Traktat=Teraty)
· Kebiasaan-kebiasaan
internasional yang terbukti dalam praktik umum dan diterima sebagai hukum
· Asas-asas
umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab
· Keputusan-keputusan
hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional dari berbagai negara
sebagai alat tambahan untuk menentukan hukum, dan
· Pendapat-pendapat
para ahli hukum yang terkemuka
G. Subjek Hukum
Internasional
Pihak-pihak yang dapat disebut sebagai subyek hukun
internasional adalah sebagi berikut :
a. Negara
Merupakan
subyek hukum internasional dalam arti klasik, artinya bahwa lahirnya hukum
internasional negara sudah diakui sebagi subyek hukum internasional.
b. Takhta
Suci
Subyek hukum
yang merupakan peninggalan sejarah sejak zaman dahulu ketika paus bukan hanya
merupakan kepala gereja Roma tetapi juga memiliki kekuasaan duniawi.
c. Palang
Merah Internasional
Merupakan
salah satu subyek hukum internasional dan hal ini diperkuat dengan adanya
perjanjian, kemudian diperkuat oleh beberapa konvensi Palang Merah (konvensi
Jenewa) tentang perlindungan korban perang.
d. Organisasi
Internasional
Merupakan
subyek hukum yang mempunyai hak-hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam
konvensi-konvensi internasional.
e. Orang
Perseorangan
Dalam arti
yang terbatas orang perseorangan dapat dianggap sebagai subyek hukum
internasional.
f. Pemberontakan
dan Pihak dalam Sengketa
Menurut
hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang
bersengketa dalam beberapa hal tertentu.
H. Hubungan Hukum
Internasional Dengan Hukum Nasional
Adanya hubungan antara hukum internasional dengan
hukum nasional ternyata menarik para ahli hukum untuk menganalisis lebih jauh.
Terdapat 2 aliran yang coba memberikan gambaran bagaimana keterkaitan antara
hukum internasional dengan hukum nasional. Kedua aliran itu adalah :
a.
Aliran
monisme
Tokoh nya
ialah Hanz kelsen dan george scelle. Menurut aliran ini hukum nasional dan
internasional merupakan satu kesatuan. Hal ini disebabkan :
1. Walaupun
kedua sistem hukum tersebut mempunyai istilah yang berbeda, tetapi subjek
hukumnya tetap sama, yaitu individu yang terdapat dalam suatu negara.
2. Sama-sama
meiliki kekuatan hukum yang mengikat
b.
Aliran
Dualisme
Tokohnya
adalah Triepel dan anzilotti aliran ini beranggapan bahwa hukum internasional
dan hukum nasional merupakan dua sistem terpisah yang berbeda satu sama lain.
Menurut aliran ini perbedaan kedua hukum tersebut disebabakan oleh :
1. Perbedaan
sumber hukum
2. Perbedaan
mengenai subjek
3. Perbedaan
mengenai kekuatan hukum
I. Proses
Ratifikasi Hukum Internasional Menjadi Hukum Nasional
1. Proses
ratifikasi hukum internasional menurut UU no 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional menimbang
:
a. Bahwa
dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum di
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, Pemerintah
Negara Republik Indonesia, sebagai bagian dari masyarakat internasional,
melakukan hubungan dan kerja sama internasional yang diwujudkan dalam
perjanjian internasional;
b. Bahwa
ketentuan mengenai pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 sangat ringkas, sehingga
perlu dijabarkan lebih lanjut dalam suatu peraturan perundang-undangan;
c. bahwa
Surat Presiden Republik Indonesia No. 2826/HK/1960 tanggal 22 Agustus 1960
tentang "Pembuatan Perjanjian-Perjanjian dengan Negara Lain" yang
selama ini digunakan sebagai pedoman untuk membuat dan mengesahkan perjanjian
internasional sudah tidak sesuai lagi dengan semangat reformasi;
d. bahwa
pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara Pemerintah Republik
Indonesia dan pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional, dan
subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat
penting karena mengikat negara pada bidang-bidang tertentu, dan oleh sebab itu
pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional harus dilakukan dengan
dasar-dasar yang jelas dan kuat, dengan menggunakan instrumen peraturan
perundang-undangan yang jelas pula;
e. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Huruf a, b, c dan d perlu
dibentuk Undang-undang tentang Perjanjian Internasional.
Pasal 5 :
1) Lembaga
negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen, di tingkat
pusat dan daerah, yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjian
internasional, terlebih dahulu melakukan konsultasi dan koordinasi mengenai
rencana tersebut dengan Menteri.
2) Pemerintah
Republik Indonesia dalam mempersiapkan pembuatan perjanjian internasional, terlebih
dahulu harus menetapkan posisi Pemerintah Republik Indonesia yang dituangkan
dalam suatu pedoman delegasi Republik Indonesia.
3) Pedoman
delegasi Republik Indonesia, yang perlu mendapat persetujuan Menteri, memuat
hal-hal sebagai berikut :
a) latar
belakang permasalahan;
b) analisis
permasalahan ditinjau dari aspek politis dan yuridis serta aspek lain yang
dapat mempengaruhi kepentingan nasional Indonesia;
c) posisi
Indonesia, saran, dan penyesuaian yang dapat dilakukan untuk mencapai
kesepakatan.
4) Perundingan
rancangan suatu perjanjian internasional dilakukan oleh Delegasi Republik
Indonesia yang dipimpin oleh Menteri atau pejabat lain sesuai dengan materi
perjanjian dan lingkup kewenangan masing-masing.
2. Proses
ratifikasi perjanjian internasional menurut pasal 11 UUD 1945
a) Pengertian
Ratifikasi
Ratifikasi merupakan suatu cara yang sudah melembaga
dalam kegiatan hukum (perjanjian) internasional. Hal ini menunbuhkan keyakinan
pada lembaga-lambaga perwakilan-perwakilan rakyat bahwa wakil yang
menandatangani suatu perjanjian tidak melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan kepentingan umum.
b) Proses
Ratifikasi
Ratifikasi merupakan proses pengesahan.
Berikut
adalah contoh proses ratifikasi hukum (perjanjian internasional) menjadi hukum
nasional :
· Persetujuan
Indonesia-Belanda mengenai penyerahan Irian Barat yang ditandatangani di New
York (15
· Januari
1962) disebut Agreement.
· Perjanjian
Indonesia-Australia mengenai garis batas wilayah antara Indonesia dengan Papua
Guinea yang ditandatangani di Jakarta 12 Februari 1973 dalam bentuk agreement.
· Persetujuan
garis batas landas kontinen antara Indonesia-Singapura 25 Mei 1973
3. Proses
ratifikasi menurut UUD 1945
Pasal 11 UUD 1945 menyatakan bahwa “Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain”. Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kerja
sama antara eksekutif (Presiden) dan legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat),
harus diperhatikan hal-hal berikut :
1) Presiden
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
2) Presiden
dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang dapat menimbulkan akibat
luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan
negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
3) Ketentuan
lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang
J. Peradilan
Internasional
Peradilan Internasional dilaksanakan oleh Mahkamah
Internasional yang merupakan salah satu organ perlengkapan PBB yang
berkedudukan di Denhaag (Belanda).
Para angota nya terdiri atas ahli hukum terkemuka,
yakni 15 orang hakim yang dipilih dari 15 negara berdasarkan kecakapannya dalam
hukum. Masa jabatan mereka 9 tahun, sedangkan tugasnya antara lain selain
memberi nasehat tentang persoalan hukum kepada majelis umum dan dewan keamanan,
juga memeriksa perselisihan atau sengketa antara negara-negara anggota PBB yang
diserahkan kepada mahkamah internasional.
Mahkamah internasional dalam mengadili suatu perkara
berpedoman pada perjanjian-perjanjian internasional ( traktat-traktat dan
kebiasaan- kebiasaan internasional ) sebagai sumber-sumber hukum. Keputusan
Mahkamah Internasional merupakan keputusan terakhir walaupun dapat diminta
banding. Disamping pengadilan mahkamah internasional, terdapat juga pengadilan
arbitrase internasionl. Arbitrase internasional hanya untuk perselisihan hukum,
dan keputusan para arbitet tidak perlu berdasarkan peraturan hukum.
Dalam hukum internasional dikenal juga istilah
adjudikation, yaitu suatu tehnik hukum untuk meyelesaikan persengketaan
internasional dengan menyerahkan keputusan kepada peradilan. Adjudikasi berbeda
dengan arbitrase karena adjudikasi mencangkup proses kelembagaan. Yang
dilakukan oleh lembaga peradialan tetap semntara arbitrase dilakukan melalui
prosedur ade hoc. Lembaga peradilan internasional pertama yang berkaitan dengan
adjudikasi adalah permanent court of internasional justice ( PCJI ) yang
berfungsi sebagai bagian dari sistem LBB mulai tahun 1920 hingga 1946. PCJI
dilanjutkan dengan kehadiran internasional court of justice (ICJ), suatu organ
pokok PBB.
BAB III
PENUTUP
1) Kesimpulan
Jadi, hubungan internasional merupakan aturan-aturan
yang telah di ciptakan bersama negara-negara anggota yang melintasi batas-batas
negara. Peradilan Internasional dilaksanakan oleh Mahkamah Internasional
yang merupakan salah satu organ perlengkapan PBB. Sumber Hukum Internasional
adalah sumber-sumber yang digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam
memutuskan masalah-masalah hubungan internasional. Sumber hukum internasional
dibedakan menjadi sumber hukum dalam arti materil dan formal. Dalam arti materil,
adalah sumber hukum internasional yang membahas dasar berlakunya hukum suatu
negara. Sedangkan sumber hukum formal, adalah sumber dari mana untuk
mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional. Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem hukum dan peradilan internasional
itu sangat diperlukan oleh suatu negara untuk tetap mempertahankan eksistensi
dan kemakmuran suatu negara.
2) Saran
Seharusnya kita dapat menghargai dan ikut mengerti
tentang masalah sengketa internasional dengan cara memenuhi dan mematuhi
kewajiban perjanjian internasional.