Makalah Agama "KHOTBAH,TABLIK,DAKWAH"
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Saat ini, dakwah , tabligh,
dan khutbah , sulit untuk dibedakan hal ini dikarenakan dakwah memiliki
kesamaan dengan tabligh dan khutbah, banyak orang-orang awam yang belum
mengetahui perbedaan-perbedaan antara dakwah , tabligh, dan khutbah.
Melalui pembelajaran ini,
maka akan dibahas mengenai tabligh, khutbah, dan dakwah, dan melalui pembelajan
berikut kita dapat membedakan antara tabligh, khutbah, dan dakwah , berikut
rukun-rukun, sunah-sunahnya dan hal yang di makruhkan dalam tabligh, dakwah ,
dan khutbah.
Pembelajaran ini juga dapat memberikan pelajaran
mengenai cara membuat dakwah dan tabligh , perbedaan khutbah jumat dan
khutbah-khutbah lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa yang
dimaksud dengan dakwah,tablig, dan khotnah !
2. Jelaskan mengenai
khutbah, hukum-hukumnya, dan sunah-sunah khutbah !
3. Kemukakan perbedaan
antara khutbah dan dakwah !
C. Tujuan
1. Mengetahui penjelasan
dakwah , tabligh , dan khutbah.
2. Mengetahui sunah , hukum,
dan hal yang membuat makruh khutbah.
3. Mengetahui perbedaan
mengenai khutbah dan dakwah.
D. METODOLOGI
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan
metode/cara pengumpulan data atau informasi melalui : Penelitian
kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan melalui studi
literature, internet, dan sebagainya yang sesuai atau yang ada relevansinya
(berkaitan) dengan masalah yang dibahas.
E. SISTEMATIKA
PENULISAN
Untuk
mendapatkan gambaran yang jelas tentang penulisan ini, maka terlebih dahulu
penulis akan menguraikan sistematika penulisannya agar lebih mudah dipahami
dalam memecahkan masalah yang ada, di dalam penulisan ini dibagi dalam 3 (tiga)
bab yang terdiri dari:
Bab I : Bab ini merupakan bab
pendahuluan yang memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan, metodologi,
dan sistimatika penulisan.
Bab II : Bab ini merupakan bab yang berisi tentang analisis terhadap masalah efektivitas hukum dalam masyarakat.
Bab III : Bab ini merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran.
Bab II : Bab ini merupakan bab yang berisi tentang analisis terhadap masalah efektivitas hukum dalam masyarakat.
Bab III : Bab ini merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Khotbah
1. Pengertian
Khotbah Jum’at
Secara etimologis
(harfiyah), khuthbah artinya : pidato, nasihat, pesan
(taushiyah). Sedangkan menurut terminologi Islam (istilah syara’); khutbah
(Jum’at) ialah pidato yang disampaikan oleh seorang khatib di depan jama’ah
sebelum shalat Jum’at dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun tertentu,
baik berupa tadzkiroh (peringatan, penyadaran), mau’idzoh (pembelajaran)
maupuntaushiyah(nasehat).
Berdasarkan pengertian di atas, maka khutbah adalah pidato normatif, karena selain merupakan bagian dari shalat Jum’at juga memerlukan persiapan yang lebih matang, penguasaan bahan dan metodologi yang mampu memikat perhatian.
Selain khutbah Jum’at, ada pula khutbah yang dilaksanakan sesudah sholat, yaitu: khutbah ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha, khutbah sholat Gerhana (Kusuf dan Khusuf). Sedangkan khutbah nikah dilaksanakan sebelum akad nikah. Dalam makalah ini yang akan dikaji adalah khusus tentang khutbah Jum’at.
Berdasarkan pengertian di atas, maka khutbah adalah pidato normatif, karena selain merupakan bagian dari shalat Jum’at juga memerlukan persiapan yang lebih matang, penguasaan bahan dan metodologi yang mampu memikat perhatian.
Selain khutbah Jum’at, ada pula khutbah yang dilaksanakan sesudah sholat, yaitu: khutbah ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha, khutbah sholat Gerhana (Kusuf dan Khusuf). Sedangkan khutbah nikah dilaksanakan sebelum akad nikah. Dalam makalah ini yang akan dikaji adalah khusus tentang khutbah Jum’at.
2. Syarat-syarat
untuk menjadi khatib diantaranya sebagai berikut
1. Khatib
harus laki-laki dewasa
2. Khatib
harus mengetahui tentang ajaran Islam agar khotbah yang disampaikan tidak membingungkan atau
menyesatkan jemaahnya
3. Khatib
harus mengetahui tentang syarat, rukun dan sunah khotbah Jumat
4. Khatib
harus mampu dan fasih berbicara di depan umum
5. Khatib
harus bisa membaca ayat-ayat Al Qur’an dengan baik dan benar
3. Syarat khotbah Jumat
Setiap mengerjakan salat
Jumat pasti disertai dengan khotbah yang dilaksanakan sebelum salat dan setelah
masuk waktu zuhur. Tidak sah salat jumat apabila tidak didahului oleh khotbah.
Dalam khotbah salat jumat ini khotib mengingatkan jemaah agar lebih
meningkatakan iman dan takwa kepada Allah SWT serta menganjurkan atau mendorong
jemaah agar beribadah dan beramal shaleh
Khotbah jumat memiliki syarat-syarat antara lain
sebagai berikut.
1. Khotbah
harus dilaksanakan dalam bangunan yang dipakai untuk salat jumat
2. Khotbah
disampaikan khotib dengan berdiri (jika mampu) dan terlebih dahulu memberi
salam
3. Khotbah
dibawakan agak cepat namun teratur dan tertib. Salah satu bentuk pelaksanaan
khotbah yang tertib adalah mengikuti sabagai contoh hadis berikut ini yang
artinya: “Rasulullah SAW berkhotbah dengan berdiri dan beliau duduk
diantara dua khotbah.” (HR Jamaah kecuali Bukhari dan Turmuzi)
4. Setelah
khotbah selesai segera dilaksanakan salat jumat
5. Rukun
khotbah dibaca dengan bahasa Arab, sedangkan materi khotbahnya dapat
menggunakan bahasa setempat.
6. Khotbah
dilaksanakan setelah tergelincir matahari (masuk waktu zuhur) dan dilaksanakan
sebelum salat jumat.
7. Khotbah
disampaikan dengan suara yang lantang dan tegas, namun tanpa suara yang kasar.
Hadis menyebutkan sebagai berikut. Yang artinya : “Bila rasulullah SAW
berkhotbah kedua matanya memerah, suaranya tegas dan semangatnya tinggi bagai
seorang panglima yang memperingatkan kedatangan musuh yang menyergap di kala
pagi atau sore.”(HR Muslim dan Ibnu Majjah)
4. Rukun
Khotbah jumat
Rukun khotbah harus dilakukan dengan tertib. Apabila
rukun khotbah tidak dilaksanakan dengan tertib, salat jumat tersebut akan
menjadi tidak sah. Adapun rukun khotbah tersebut adalah sebagai berikut.
1. Membaca
hamdalah
2. Membaca
shalawat atas nabi
3. Membaca
syahadatain yaitu syahadat tauhid dan syahadat rasul
4. Berwasiat
atau memberikan nasehat tentang ketakwaan dan menyampaikan ajaran Islam tentang
aqidah, Syariah atau muamalah
5. Membaca
ayat Al Qur’an dalam salah satu khotbah dan lebih baik pada khotbah yang
pertama
6. Mendoakan
kaum muslim dan muslimat.
5. Sunah
khotbah jumat
Ketika menyampsaikan khotbah jumat, ada hal-hal yang
termasuk ke dalam sunah-sunah khotbah jumat. Sunah salat jumat adalah sebagai
berikut.
1. Khotbah
disampaikan diatas mimbar atau di tempat yang sedikit lebih tinggi dari jamaah
salat jumat
2. Khotib
menyampaikan khotbah dengan suara yang jelas, terang, fasih, berurutan,
sistematis, mudah dipahami dan tidak terlalu panjang atau terlalu pendek
3. Khotib
harus menghadap arah jemaah
4. Khotib
memberi salam pada awal khotbah
5. Khotib
hendaklah duduk sebentar di kursi mimbar setelah mengucapkan salam pada waktu
azan disuarakan
6. Khatib
membaca surat Al IkShlas ketika duduk diantara dua khotbah
7. Khotib
menertibkan rukun khotbah, terutama salawat nabi Muhammad SAW dan wasiat takwa
terhadap jamaah
Adapun mengenai panjang pendeknya khotbah, hadits
menyatakan sebagai berikut. yang artinya : “Rasulullah SAW memanjangkan
salat dan memendekkan khotbahnya.” (HR Nasai)
6. Fungsi
khotbah jumat
Khotbah sebenarnya memilki banyak sekali fungsi, baik
bagi muslim secara individu maupun secara sosial kemasyarakatan yakni antara
lain sebagai berikut.
1. Memberi
pengajaran kepada jamaah mengenai bacaan dalam rukun khotbah, terutama bagi
jamaah yang kurang memahami bahasa Arab
2. Mendorong
jamaah untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah
3. Mengajak
jamaah untuk selalu berjuang menggiatkan dan membudayakan syariat Islam dalam
masyarakat.
4. Mengajak
jamaah untuk selalu berusaha meningkatkan amar ma’ruf dan nahi munkar
Menyampaikan informasi mengenai perkembangan ilmu pengetahuan dan hal-hal yang
bersifat aktual kepada jamaah
5. Merupakan
kesempurnaan salat jumat karena salat jumat hanya dua rakaat
6. Mengingatkan
kaum muslim agar lebih meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
7. Mengingatkan
kaum muslim agar lebih meningkatkan amal shaleh dan lebih memperhatikan yang
kurang mampu untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat
8. Mengingatkan
kaum muslim agar lebih meningkatkan akhlakul karimah dalam kehidupan pribadi,
masyarakat, berbangsa dan bernegara
9. Mengingatkan
kaum muslim agar lebih meningkatkan kemauan untuk menuntut ilmu pengetahuan dan
wawasan keagamaan
10. Mengingatkan kaum muslim
agar meningkatklan ukhuwah islamiyah dan membantu sesama muslim
11. Mengingatkan kaum muslim
agar rajin dan giat bekerja untuk mengejar kemajuan dalam mencapai kehidupan
dunia dan akhirat yang sempurna
12. Mengingatkan kaum muslim
mengenai ajaran Islam, baik perintah maupun larangan yang terdapat didalamnya.
7. Dalil-Dalil
Tentang Khutbah Jum’at
a. Firman
Allah SWT dalam surat Al-Jumu’ah ayat 9 : “Hai orang-orang yang beriman,
apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at (shalat Jum’at), maka
segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah urusan jual beli (urusan
duniawi). Yang demikian itu lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui”. (QS.
Al-Jumu’ah : 9)
b. Riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar r.a.:
“Adalah Nabi SAW. berkhutbah pada hari Jum’at dengan berdiri, kemudian beliau
duduk dan lalu berdiri lagi sebagaimana dijalankan oleh orang-orang sekarang”.
c. Riwayat Bukhari, Nasai dan Abu Daud dari Yazid bin
Sa’id r.a.: “Adalah seruan pada hari Jum’at itu awalnya (adzan) tatkala Imam
duduk di atas mimbar, hal demikian itu berlaku pada masa Rasulullah SAW. hingga
masa khalifah Umar r.a. Setelah tiba masa khalifah Usman r.a. dan orang semakin
banyak, maka beliau menambah adzan ketiga (karena adzan dan iqomah dipandang
dua seruan) di atas Zaura (nama tempat di pasar), yang mana pada masa Nabi SAW.
hanya ada seorang muadzin”.
d. Riwayat Muslim dari Jabir r.a.: “Pada suatu ketika
Nabi SAW. sedang berkhutbah, tiba-tiba datang seorang laki-laki, lalu Nabi
bertanya kepadanya: Apakah Anda sudah shalat? Hai Fulan! Jawab orang itu :
Belum wahai Rasulullah! Sabda beliau: Berdirilah! Shalatlah lebih dahulu (dua
raka’at) (HR. Muslim).
8. Persyaratan
Khatib
1. Ikhlas, terhindari dari pamrih, riya dan sum’ah
(popularitas). Perhatikan firman Allah SWT. dalam menceritakan keikhlasan Nabi
Hud AS: “Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini,
ucapanku tidak lain hanyalah dari Allah yang menciptakan aku. Tidakkah kamu
memikirkannya?”. (QS. Hud:51).
2. ‘Amilun bi’ilmihi (mengamalkan ilmunya), Allah SWT.
berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu lakukan? Amat besar kemurkaan di sisi Allah terhadap orang yang mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan”. (QS. As-Shaf : 2-3). 3. Kasih sayang kepada jama’ah, Rasulullah SAW. bersabda:
“Bahwa sesungguhnya aku terhadap kamu semua laksana seorang ayah terhadap anaknya”. (HR. Abu Dawud, An-Nasai, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah). 4. Wara’ (menghindari yang syubhat), perhatikan sabda Nabi SAW:
“Jadilah kamu sebagai seorang yang wara’, maka kamu adalah manusia yang paling tekun beribadah”. (HR. Baihaqi dari Abi Hurairah) 5. ‘Izzatun Nafsi (tahu harga diri untuk menjadi khairunnas), Allah SWT. berfirman: “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar (dalam menegakkan kebenaran), dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami”. (QS. As-Sajdah : 24).
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu lakukan? Amat besar kemurkaan di sisi Allah terhadap orang yang mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan”. (QS. As-Shaf : 2-3). 3. Kasih sayang kepada jama’ah, Rasulullah SAW. bersabda:
“Bahwa sesungguhnya aku terhadap kamu semua laksana seorang ayah terhadap anaknya”. (HR. Abu Dawud, An-Nasai, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah). 4. Wara’ (menghindari yang syubhat), perhatikan sabda Nabi SAW:
“Jadilah kamu sebagai seorang yang wara’, maka kamu adalah manusia yang paling tekun beribadah”. (HR. Baihaqi dari Abi Hurairah) 5. ‘Izzatun Nafsi (tahu harga diri untuk menjadi khairunnas), Allah SWT. berfirman: “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar (dalam menegakkan kebenaran), dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami”. (QS. As-Sajdah : 24).
9. Hal-Hal
Yang Dimakruhkan Dalam Khutbah
1. Membelakangi Jama’ah
2. Terlalu banyak bergerak
3. Meludah
10. Hal-Hal
Yang Perlu Diperhatiakan Oleh
Khotib 1.
Melakuka persiapan, mental, fisik dan naskah khutbah
2. Memilih materi yang tepat dan up to date
3. Melakukan latihan seperlunya
4. Menguasai materi khutbah
5. Menjiwai isi khutbah
6. Bahasa yang mudah difahami
7. Suara jelas, tegas dan lugas
8. Pakaian sopan, memadai dan Islami
9. Waktu maksimal 15 menit
10. Bersedia menjadi Imam shalat Jum’at
11. Materi
Khutbah
1. Tegakkan akidah, murnikan ibadah, perluas ukhuwwah
2. Evaluasi amaliah (ummat) mingguan
3. Kaji masalah secara cermat dan singkat
4. Berikan solusi yang tepat
5. Tema-tema lokal peristiwa keseharian lebih
diutamakan
6. Hindari materi yang menjenuhkan atau persoalan
tanpa pemecahan.
B. Dakwah
1. Pengertian
dakwah
Pengertian dakwah bagi
kalangan awam disalahartikan dengan pengertian yang sempit terbatas pada
ceramah, khutbah atau pengajian saja. Pengertian dakwah bisa kita lihat dari
segi bahasa dan istilah. Berikut akan kita bahas pengertian dakwah secara
etimologis dan pengertian dakwah secara terminologis.
a. Etimologis
Kata dakwah adalah derivasi
dari bahasa Arab “Da’wah”. Kata kerjanya da’aa yang berarti memanggil,
mengundang atau mengajak. Ism fa’ilnya (red. pelaku) adalah da’I yang berarti
pendakwah. Di dalam kamus al-Munjid fi al-Lughoh wa al-a’lam disebutkan makna
da’I sebagai orang yang memangggil (mengajak) manusia kepada agamanya atau
mazhabnya . Merujuk pada Ahmad Warson Munawir dalam Ilmu Dakwah karangan Moh.
Ali Aziz (2009:6), kata da’a mempunyai beberapa makna antara lain memanggil,
mengundang, minta tolong, meminta, memohon, menamakan, menyuruh datang,
mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendoakan, menangisi dan meratapi. Dalam
Al-Quran kata dakwah ditemukan tidak kurang dari 198 kali dengan makna yang
berbeda-beda setidaknya ada 10 macam yaitu
1. Mengajak dan menyeru,
2. Berdo’a,
3. Mendakwa (red. Menuduh),
4. Mengadu,
5. Memanggil,
6. Meminta,
7. Mengundang,
8. Malaikat Israfil,
9. Gelar,
10. Anak angkat.
2. Berdo’a,
3. Mendakwa (red. Menuduh),
4. Mengadu,
5. Memanggil,
6. Meminta,
7. Mengundang,
8. Malaikat Israfil,
9. Gelar,
10. Anak angkat.
Dari makna
yang berbeda tersebut sebenarnya semuanya tidak terlepas dari unsur aktifitas
memanggil. Mengajak adalah memanggil seseorang untuk mengikuti kita, berdoa
adalah memanggil Tuhan agar mendengarkan dan mengabulkan permohonan kita,
mendakwa/menuduh adalah memanggil orang dengan anggapan tidak baik, mengadu
adalah memanggil untuk menyampaikan keluh kesah, meminta hampir sama dengan
berdoa hanya saja objeknya lebih umum bukan hanya tuhan, mengundang adalah
memanggil seseorang untuk menghadiri acara, malaikat Israfil adalah yang
memanggil manusia untuk berkumpul di padang Masyhar dengan tiupan Sangkakala,
gelar adalah panggilan atau sebutan bagi seseorang, anak angkat adalah orang
yang dipanggil sebagai anak kita walaupun bukan dari keturunan kita. Kata memanggil
pun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia meliputi beberapa makna yang diberikan
Al-Quran yaitu mengajak, meminta, menyeru, mengundang, menyebut dan menamakan.
Maka bila digeneralkan
makna dakwah adalah memanggil.
b. Terminologis
b. Terminologis
Definisi dakwah dari
literature yang ditulis oleh pakar-pakar dakwah antara lain adalah:
Dakwah adalah perintah mengadakan seruan kepada sesama
manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah yang benar dengan penuh
kebijaksanaan dan nasihat yang baik (Aboebakar Atjeh, 1971:6)
Dakwah adalah menyeru manusia kepada kebajikan dan petunjuk serta menyuruh kepada kebajikan dan melarang kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat (Syekh Muhammad Al-Khadir Husain).
Dakwah adalah menyampaikan dan mengajarkan agama Islam kepada seluruh manusia dan mempraktikkannya dalam kehidupan nyata (M. Abul Fath al-Bayanuni).
Dakwah adalah suatu aktifitas yang mendorong manusia memeluk agama Islam melalui cara yang bijaksana, dengan materi ajaran Islam, agar mereka mendapatkan kesejahteraan kini (dunia) dan kebahagiaan nanti (akhirat) (A. Masykur Amin).
Dakwah adalah menyeru manusia kepada kebajikan dan petunjuk serta menyuruh kepada kebajikan dan melarang kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat (Syekh Muhammad Al-Khadir Husain).
Dakwah adalah menyampaikan dan mengajarkan agama Islam kepada seluruh manusia dan mempraktikkannya dalam kehidupan nyata (M. Abul Fath al-Bayanuni).
Dakwah adalah suatu aktifitas yang mendorong manusia memeluk agama Islam melalui cara yang bijaksana, dengan materi ajaran Islam, agar mereka mendapatkan kesejahteraan kini (dunia) dan kebahagiaan nanti (akhirat) (A. Masykur Amin).
Dari defenisi para ahli di
atas maka bisa kita simpulkan bahwa dakwah adalah kegiatan atau usaha memanggil
orang muslim mau pun non-muslim, dengan cara bijaksana, kepada Islam sebagai
jalan yang benar, melalui penyampaian ajaran Islam untuk dipraktekkan dalam
kehidupan nyata agar bisa hidup damai di dunia dan bahagia di akhirat.
Singkatnya, dakwah, seperti yang ditulis Abdul Karim Zaidan, adalah mengajak
kepada agama Allah, yaitu Islam.
Setelah kita ketahui makna dakwah secara etimologis dan terminologis maka kita akan dapatkan semua makna dakwah tersebut membawa misi persuasive bukan represif, karena sifatnya hanyalah panggilan dan seruan bukan paksaan. Hal ini bersesuaian dengan firman Allah (ayat la ikraha fiddin) bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Maka penyebaran Islam dengan pedang atau pun terror tidaklah bisa dikatakan sesusai dengan misi dakwah.
Setelah kita ketahui makna dakwah secara etimologis dan terminologis maka kita akan dapatkan semua makna dakwah tersebut membawa misi persuasive bukan represif, karena sifatnya hanyalah panggilan dan seruan bukan paksaan. Hal ini bersesuaian dengan firman Allah (ayat la ikraha fiddin) bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Maka penyebaran Islam dengan pedang atau pun terror tidaklah bisa dikatakan sesusai dengan misi dakwah.
Sedangkan ditinjau dari
segi terminologi, banyak sekali perbedaan pendapat tentang definisi dakwah di
kalangan para ahli, antara lain:
1.
Menurut A. Hasmy dalam bukunya Dustur Dakwah Menurut
al-Qur’an, mendefinisikan dakwah yaitu: mengajak orang lain untuk meyakini dan
mengamalkan akidah dan syariat Islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan
diamalkan oleh pendakwah itu sendiri.
2.
Menurut Syekh Ali Mahfud. Dakwah Islam adalah
memotivasi manusia agar melakukan kebaikan menurut petunjuk, menyuruh mereka
berbuat kebajikan dan melarang mereka berbuat kemungkaran, agar mereka mendapat
kebahagian dunia dan akhirat.
3.
Menurut Amrullah Ahmad .ed., dakwah Islami merupakan
aktualisasi Imani (Teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia
beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk
mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap, dan bertindak manusia pada
tataran kegiatan individual dan sosio kultural dalam rangka mengesahkan
terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan cara tertentu.
4.
Menurut Amin Rais, dakwah adalah gerakan simultan
dalam berbagai bidang kehidupan untuk mengubah status quo agar nilai-nilai
Islam memperoleh kesempatan untuk tumbuh subur demi kebahagiaan seluruh umat
manusia.
5.
Menurut Farid Ma’ruf Noor, dakwah merupakan suatu
perjuangan hidup untuk menegakkan dan menjunjung tinggi undang-undang Ilahi
dalam seluruh aspek kehidupan manusia dan masyarakat sehingga ajaran Islam
menjadi shibghah yang mendasari, menjiwai, dan mewarnai seluruh sikap dan
tingkah laku dalam hidup dan kehidupannya.
6.
Menurut Abu Bakar Atjeh, dakwah adalah seruan kepada
semua manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah yang benar, yang
dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan nasehat yang baik.
7.
Menurut Toha Yahya Umar, dakwah adalah mengajak
manusia dengan cara bijaksana ke jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan,
untuk keselamatan dan kebahagiaan dunia akherat.
Dari beberapa definisi di atas paling tidak dapat
diambil kesimpulan tentang dakwah:
· Dakwah
itu adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sadar dan terencana.
·
Usaha dakwah itu adalah untuk memperbaiki situasi yang
lebih baik dengan mengajak manusia untuk selalu ke jalan Allah SWT.
·
Proses penyelengaraan itu adalah untuk mencapai tujuan
yang bahagia dan sejahtera, baik di dunia maupun akhirat.
Dalam kaitannya dengan makna dakwah, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan secara seksama, agar dakwah dapat dilaksanakan dengan
baik.
·
Pertama, dakwah sering disalah artikan sebagai pesan
yang datang dari luar. Pemahaman ini akan membawa konsekuensi kesalahlangkahan
dakwah, baik dalam formulasi pendekatan atau metodologis, maupun formulasi
pesan dakwahnya. Karena dakwah dianggap dari luar, maka langkah pendekatan
lebih diwarnai dengan pendekatan interventif, dan para dai lebih mendudukkan
diri sebagai orang asing, tidak terkait dengan apa yang dirasakan dan
dibutuhkan oleh masyarakat.
·
Kedua, dakwah sering diartikan menjadi sekadar ceramah
dalam arti sempit. Kesalahan ini sebenarnya sudah sering diungkapkan, akan
tetapi dalam pelaksanaannya tetap saja terjadi penciutan makna, sehingga
orientasi dakwah sering pada hal-hal yang bersifat rohani saja. Istilah “dakwah
pembangunan” adalah contoh yang menggambarkan seolah-olah ada dakwah yang tidak
membangun atau dalam makna lain, dakwah yang pesan-pesannya penuh dengan tipuan
sponsor.
·
Ketiga, masyarakat yang dijadikan sasaran dakwah
sering dianggap masyarakat yang vacum ataupun steril, padahal dakwah sekarang
ini berhadapan dengan satu setting masyarakat dengan beragam corak dan
keadaannya, dengan berbagai persoalannya, masyarakat yang serba nilai dan
majemuk dalam tata kehidupannya, masyarakat yang berubah dengan cepatnya, yang
mengarah pada masyarakat fungsional, masyarakat teknologis, masyarakat
saintifik dan masyarakat terbuka.
·
Keempat, Sudah menjadi tugas manusia untuk
menyampaikan saja (al-Ghaasyiah: 21-22), sedangkan masalah hasil akhir dari
kegiatan dakwah diserahkan sepenuhnya kepada Allah SWT. Ia sajalah yang mampu
memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada manusia, Rasulullah SAW sendiripun
tidak mampu memberikan hidayahnya kepada orang yang dicintainya (al-Qashash:
56). Akan tetapi, sikap ini tidaklah berarti menafikan perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi dari kegiatan dakwah yang dilakukan. Dakwah, jika
ingin berhasil dengan baik, haruslah memenuhi prinsip-prinsip manajerial yang
terarah dan terpadu, dan inilah mungkin salah satu maksud hadis Nabi,
“Sesungguhnya Allah sangat mencintai jika salah seorang di antara kamu beramal,
amalnya itu dituntaskan.” (HR Thabrani). Karena itu, sudah tidak pada tempatnya
lagi kalau kita tetap mempertahankan kegiatan dakwah yang asal-asalan.
·
Kelima, secara konseptual Allah SWT akan menjamin
kemenangan hak para pendakwah, karena yang hak jelas akan mengalahkan yang
bathil (al-Isra’ : 81). Akan tetapi, sering dilupakan bahwa untuk berlakunya
sunatullah yang lain, yaitu kesungguhan (ar-Ra’d: 11). Hal ini berkaitan dengan
erat dengan cara bagaimana dakwah tersebut dilakukan, yaitu dengan al-Hikmah,
mau’idzatil hasanan, dan mujadalah billatii hiya ahsan (an-Nahl: 125).
Berbicara tentang dakwah
adalah berbicara tentang komunikasi, karena komunikasi adalah kegiatan
informatif, yakni agar orang lain mengerti, mengetahui dan kegiatan persuasif,
yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan
suatu faham atau keyakinan, melakukan suatu kegiatan atau perbuatan dan
lain-lain.40 Keduanya (dakwah dan komunikasi) merupakan bagian integral
yang tidak dapat dipisahkan.
Dakwah
adalah komunikasi, akan tetapi komunikasi belum tentu dakwah, adapun yang
membedakannya adalah terletak pada isi dan orientasi pada kegiatan dakwah dan
kegiatan komunikasi. Pada komunikasi isi pesannya umum bisa juga berupa ajaran
agama, sementara orientasi pesannya adalah pada pencapaian tujuan dari
komunikasi itu sendiri, yaitu munculnya efek dan hasil yang berupa perubahan
pada sasaran. Sedangkan pada dakwah isi pesannya jelas berupa ajaran Islam dan
orientasinya adalah penggunaan metode yang benar menurut ukuran Islam. Dakwah
merupakan komunikasi ajaran-ajaran Islam dari seorang da’i kepada ummat manusia
dikarenakan didalamnya terjadi proses komunikasi.
2. Unsur-unsur
Dakwah
Yang dimaksud unsur-unsur dakwah dalam pembahasan ini
adalah bagian-bagian yang terkait dan merupakan satu kesatuan dalam suatu
penyelenggaraan dakwah. Jadi, unsur-unsur dakwah tersebut adalah
a. Subjek Dakwah
Dalam hal ini yang dimaksud
dengan subjek dakwah adalah yang melaksanakan tugas-tugas dakwah, orang itu
disebut da’i atau muballigh.
Dalam aktivitasnya subjek dakwah dapat secara individu
ataupun bersama-sama. Hal ini tergantung kepada besar kecilnya skala
penyelenggaraan dakwah dan permasalahan-permasalahan dakwah yang akan
digarapnya. Semakin luas dan kompleks-nya permasalahan dakwah yang dihadapi,
tentunya besar pula penyelenggaraan dakwah dan mengingat keterbatasan subjek
dakwah, baik di bidang keilmuan, pengalaman, tenaga dan biaya, maka subjek
dakwah yang terorganisir akan lebih efektif daripada yang secara individu
(perorangan) dalam rangka pencapaian tujuan dakwah.
Dalam pengertian subjek dakwah yang terorganisir,
dapat dibedakan dalam tiga komponen, yaitu (1) da’i, (2) perencana dan (3)
pengelola dakwah.
Sebagai seorang da’i harus mempunyai syarat tertentu, diantaranya:
·
Menguasai isi kandungan al-Quran dan sunah Rasul serta
hal-hal yang berhubungan dengan tugas-tugas dakwah.
·
Menguasai ilmu pengetahuan yang ada hubungannya dengan
tugas-tugas dakwah.
·
Takwa pada Allah SWT.30
b. Objek
Dakwah (audience).
Objek dakwah adalah setiap
orang atau sekelompok orang yang dituju atau menjadi sasaran suatu kegiatan
dakwah. Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap manusia tanpa membedakan
jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, warna kulit, dan lain sebagainya,
adalah sebagai objek dakwah. Hal ini sesuai dengan sifat keuniversalan dari
agama Islam dan tugas kerisalahan Rasulullah.
Ditinjau dari segi tugas kerisalahan Rasullulah SAW,
maka objek dakwah dapat digolongkan menjadi dua kelompok, pertama, umat dakwah
yaitu umat yang belum menerima, meyakini, dan mengamalkan ajaran agama Islam.
Kedua, umat ijabah yaitu umat yang dengan secara ikhlas memeluk agama Islam dan
kepada mereka sekaligus dibebani kewajiban untuk melaksanakan dakwah.
Mengingat keberadaan objek
dakwah yang heterogen, baik pada tingkat pendidikan, ekonomi, usia, dan lain
sebagainya, maka keberagaman tersebut hendaknya dapat dijadikan pertimbangan
dalam penentuan model penyelenggaraan dakwah, sehingga benar-benar dapat secara
efektif dan berhasil dalam menyentuh persoalan-persoalan kehidupan umat manusia
sebagai objek dakwah
c. Materi
Dakwah
Materi dakwah adalah isi
pesan yang disampaikan oleh da’i kepada objek dakwah, yakni ajaran agama Islam
sebagaimana tersebut dalam al-Qur’an dan Hadits.
Agama Islam yang bersifat universal yang mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia, dan bersifat abadi sampai di akhir jaman serta
mengandung ajaran-ajaran tentang tauhid, akhlak dan ibadah.33 Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa materi dakwah meliputi tauhid, akhlak, dan ibadah.
Sangat mendalam dan luasnya ajaran Islam menuntut subjek dakwah dalam penyampaian materi dakwah sesuai dengan kondisi objektif objek dakwah, sehingga akan terhindar dari pemborosan. Oleh karena itu, seorang da’i hendaknya mengkaji objek dakwah dan strategi dakwah terlebih dahulu sebelum menentukan materi dakwah sehingga terhindar dari hal-hal yang dapat menghambat kegiatan dakwah.
Sangat mendalam dan luasnya ajaran Islam menuntut subjek dakwah dalam penyampaian materi dakwah sesuai dengan kondisi objektif objek dakwah, sehingga akan terhindar dari pemborosan. Oleh karena itu, seorang da’i hendaknya mengkaji objek dakwah dan strategi dakwah terlebih dahulu sebelum menentukan materi dakwah sehingga terhindar dari hal-hal yang dapat menghambat kegiatan dakwah.
d. Metode
Dakwah.
Metode dakwah adalah
cara-cara menyampaikan pesan kepada objek dakwah, baik itu kepada individu,
kelompok maupun masyarakat agar pesan-pesan tersebut mudah diterima, diyakini
dan diamalkan.34 Sebagaimana yang telah tertulis dalam al-Qur’an dalam surat an-Nahl
ayat 125:
اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْن َ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.”35
e. Landasan Dakwah
e. Landasan Dakwah
Landasan dakwah dalam al- Qur’an ada tiga,
yaitu:
· Bil
hikmah ( kebijaksanaan), yaitu cara-cara penyampaian pesan-pesan dakwah yang
sesuai dengan keadaan penerima dakwah.36 Operasionalisasi metode dakwah bil
hikmah dalam penyelenggaraan dakwah dapat berbentuk: ceramah-ceramah pengajian,
pemberian santunan kepada anak yatim atau korban bencana alam, pemberian modal,
pembangunan tempat-tempat ibadah dan lain sebagainya.
·
Mau’idah hasanah, yakni memberi nasehat atau
mengingatkan kepada orang lain dengan tutur kata yang baik, sehingga nasehat
tersebut dapat diterima tanpa ada rasa keterpaksaan. Penggunaan metode dakwah
model ini dapat dilakukan antara lain dengan melalui: (1) kunjungan keluarga,
(2) sarasehan, (3) penataran/kursus-kursus, (4) ceramah umum, (5) tabligh, (6)
penyuluhan.37
·
Mujadalah (bertukar pikiran dengan cara yang baik),
berdakwah dengan mengunakan cara bertukar pikiran (debat). Pada masa sekarang
menjadi suatu kebutuhan, karena tingkat berfikir masyarakat sudah mengalami
kemajuan. Namun demikian, da’i hendaknya harus mengetahui kode etik (aturan
main) dalam suatu pembicaraan atau perdebataan, sehingga akan memperoleh
mutiara kebenaran, bahkan terhindar dari keinginan mencari popularitas ataupun
kemenangan semata.
3.
Tujuan Dakwah
Sebagai bagian dari
kegiatan dakwah Islam tentunya mempunyai tujuan. Secara hakiki dakwah mempunyai
tujuan menyampaikan kebenaran ajaran yang ada dalam al-Qur’an-al-Hadits dan
mengajak manusia untuk mengamalkanya.
Tujuan dakwah ini dapat dibagi menjadi, tujuan yang
berkaitan dengan materi dan objek dakwah.38 Dilihat dari aspek tujuan objek
dakwah ada empat tujuan yang meliputi: tujuan perorangan, tujuan untuk
keluarga, tujuan untuk masyarakat, dan tujuan manusia sedunia.
Sedangkan tujuan dakwah dilihat dari aspek materi,
menurut Masyhur Amin ada tiga tujuan yang meliputi :
·
Pertama, tujuan akidah, yaitu tertanamnya akidah yang
mantap bagi tiap-tiap manusia.
·
Kedua, tujuan hukum, aktivitas dakwah bertujuan
terbentuknya umat manusia yang mematuhi hukum-hukum yang telah disyariatkan
oleh Allah SWT.
·
Ketiga, tujuan akhlak, yaitu terwujudnya pribadi
muslim yang berbudi luhur dan berakhlakul karimah.
C. Tabligh
1. Pengertian
Tabligh
Tabligh berasal dari kata اـغـلـبـت – ـلـبـي –ـلـ yang artinya
menyampaikan. Maksudnya adalah menyampaikan risalah berupa Al-Qur’an dan
Al-Hadits. tabligh juga berarti menyampaikan dengan terang dan jelas.
“Jika mereka tetap berpaling, maka sesungguhnya kewajiban yang dibebankan atasmu (Muhammad) hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”
(QS.An-Nahl : 82) Tabligh merupakan salaha satu sikap yang wajib bagi para nabi dan rasul Allah, sebagaimana tertera pada surat Al-Maidah ayat 67 yang berbunyi :
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah : 67)
Menurut Departemen Agama, tabligh/penerangan adalah kegiatan menyampaikan ajaran Islam yang dilakukan secara lisan dan atau tertulis maupun melalui suatu bunyi/isyarat, seperti suara sirine, alarm, bedug, dan lain sebagainya, oleh seseorang atau beberapa orang muballigh kepada masyarakat. Tabligh Dalam Al-Qur’an
Semua nabi Allah wajib bersifat tabligh dan semua pesan yang disampaikan oleh para nabi Allah tersebut adalaha beribadah hanya kepada Allah semata.
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada
tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah
Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang- orang yang diberi
petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti
kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS. An-Nahl :
36)
“Dan kepada kaum 'Ad (Kami utus) saudara mereka, Huud. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan saja.”” (QS. Hud : 50)
2.
Unsur-Unsur Komunikasi Tabligh
1. Sumber
(Al-Qur’an dan Hadits).
2.
Komunikator/Muballigh (khusus dan umum).
3.
muballigh khusus : muballigh yang profesional.
4.
Muballigh umum : muballigh yag hanya sekedar menyampaikan ajaran Islam secara
umum/garis besarnya saja.
3. Fungsi-Fungsi Tabligh
Dalam Sistem Islam
Tabligh
dalam sistem Islam ialah tidak memaksa dan menyampaikan risalah secara jelas
(bermetode dan terang). Dalam hubungan sistem Islam, maka fungsi tabligh akan
berjalan pada satu elemen dengan elemen lainnya, yang meliputi 3 hal yang
elementer (aqidah, ibadah, dan mu’amalah).
“Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan
jelas.” (QS Yasin : 17) Sekurang-kurangnya ada 3 kategori yang harus dilaksanakan dalam sistem Islam. Masing-masing kategori memiliki sasaran/target yang hendak dicapai.
1) Fungsi Tabligh Bagi Mablugh (Obyek Tabligh)
a. Menanamkan pemahaman tentang urusan agama
b. membantu mablugh dalam pemahaman aqidah yang benar
(menjelaskan aqidah dalam Al-Qur’an dan Hadits agar tidak
terjebak dalam ilmu Kalam).
c. membantu mablugh untuk melaksanakan ibadah sesuai
yang disyari’atkan Allah SWT.
d. membantu mablugh dalam bermu’amalah dan
beretika/berakhlaq baik.
e. Mengembangkan dan meningkatkan jiwa, hati, akal,
dan jasmani.
2) Fungsi Tabligh Dalam Kegiatan Tabligh
a. Memperdalam pemahaman tabligh kepada Allah. Semakin
jelas pemahaman tabligh kepada Allah, semakin besar faedahnya bagi tabligh itu
sendiri.
b. Memantapkan tabligh dengan jiwa, akal, dan
kehidupan manusia. Mantapnya tabligh dalam hati manusia akan menjadikan mereka
menghormati dan memuliakannya, lalu meningkatkan mencintai tabligh dan masuk ke
dalam barisan orang-orang yang mengamalkannya.
c. Mengukuhkan potensi tabligh dalam berbagai sektor.
Terdapat 3 sektor utama, yaitu: Sektor Aqidah, Sektor Ibadah, dan Sektor
Mu’amalah.
3) Fungsi Tabligh Terhadap Muballigh
a. membekali muballigh dengan ilmu
pengetahuan,keterangan dan kepandaian,
b. menanggulangi berbagai ujian/cobaan,
c. memperbanyak kesempatan amal,
d. menumbuhkan semangat untuk melakukan amalan baik
e. mengikuti pelatihan, dan memberi kesempatan kepada
muballigh untuk melaksanakan amal kebajikan dan memberi harapan / kabar gembira
dari sisi Allah.
D. Perbedaan
Berkhotbah dan Berdakwah
Dari hal-hal yang telah dijabarkan pada penjelasan
teerdahulu, dapat kita analisa bahwa antara berdakwah dan berkhotbah terlihat
memiliki persamaan. Akan tetapi, tentu saja antara keduanya dapat dibedakan
karena memiliki tata cara yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat kita
ihtisarkan sebagai berikut.
DAKWAH :
1.
Dapat dilaksanakan kapan saja
2. Tidak ada
rukun dan syaratnya
3. Tidak ada
mimbar tempat khusus pada pelaksanaannya
4. Waktu
tidak dibatasi dan siapapun boleh berdakwah
Dapat dilakukan dengan cara kreatif dan inovatif
seperti seminar, lokakarya, pelatihan atau sarasehan
· KHOTHBAH:
1. Dilaksanakan secara rutin sebagaimana hari jumat
atau hari raya Idul Fitri dan Idul Adha
2. Ada rukun dan syaratnya
3. Ada mimbar khusus untuk menyampaikan khotbah
4. Waktunya terbatas dan membutuhkan pengetahuan luas.
5. Dilakukan secara khusus dan ada tata tertibnya
Adapun perbedaan antara pelaksanaan khotbah idul fitri
dan idul adha dengan khotbah jumat adalah bahwa khotbah pada Idain dilaksanakan
pada hari raya idul fitri dan idul adha, umumnya dilaksankan dilapangan luas
dan diawali dengan salat dua rakaat yaitu salat sunah idul fitri dan idul adha,
sedangkan khotbah jumat dilakukan sebelum pelaksanaan salat dimulai.
E. Cara Berlatih
Menyusun Teks Khotbah atau Dakwah
Menyusun teks untuk
berdakwah atau khotbah jumat memerlukan pembiasaan atau latihan agar dapat
berkembang menjadi semakin baik. Bahkan, latihan-latihan semacam ini semakin
diminati banyak orang dan telah banyak diberikan dalam suatu oelajaran yang
kini disebutt public-speaking. Beberapa hal yang perlu
dipersiapkan ketika akan menyusun suatu teks atau naskah dakwah adalah sebagai
berikut.
Membuat teks atau naskah setidaknya memiliki
unsur-unsur sebagai berikut
· Memberikan
salam bagi para jamaah
· Mengucapkan
hamdalah atau puji-pujian kepada Allah
· Awali
dengan menyampaikan ayat-ayat Al Qur’an serta membaca
ta’awuz dan basmalah
· Teks atau
naskah materi khotbah setidaknya memenuhi beberapa
unsur yaitu: kalimat pembuka, materi inti,kesimpulan
dan penutup
· Mengucapkan
dua kalimat sahadat
· Berwasiat
(meningkatkan takwa)
BAB III
PENUTUP
A. Saran
Melalui
pembelajaran ini sebaiknya pemateri/penyaji memberikan materi yang lebih
mendetail mengenai dakwah , khutbah, dan tabligh, sehingga tidak memberikan
persepsi dan argument yang tidak sesuai dengan hadis dan al quran mengenai
pembahasan tersebut.
B. Kesimpulan
Dakwah secara bahasa
(etimologi) dakwah berarti mengajak, menyeru atau memanggil. Adapun secara
istilah (terminologi), dakwah bermakna menyeru seseorang atau masyarakat untuk
mengikuti jalan yang sudah ditentukan oleh Islam berdasarkan Al Qur’an dan
hadis untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tabligh berasal dari kata اـغـلـبـت – ـلـبـي –ـلـ yang artinya
menyampaikan. Maksudnya adalah menyampaikan risalah berupa Al-Qur’an dan
Al-Hadits. tabligh juga berarti menyampaikan dengan terang dan jelas.
Khotbah merupakan kegiatan berdakwah atau mengajak
orang lain untuk meningkatkan kualitas takwa dan memberi nasihat yang isinya
merupakan ajaran agama. Khotbah yang sering dilakukan dan dikenal luas
dikalangan umat Islam adalah khotbah Jumat dan khotbah dua hari raya yakni Idul
Fitri dan Idul Adha. Orang yang memberikan materi khotbah disebut khatib.
0 comments:
Post a Comment